Rabu, 02 Oktober 2013

 















Selasa, 25 Juni 2013

JURNAL



Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Petani Ternak Terhadap Pencegahan dan Pengendalian Penyakit SE Pada Ternak Sapi Bali di Kecamatan Miomaffo Barat
Kabupaten Timor Tengah Utara Propinsi Nusa Tenggara Timur

Veronika S. J. Talan1)
Ismulhadi2)
Riyanto2)

SUMMARY

Purpose of this study are (1) to describe the attitude of livestock farmers about the preventing and controlingSE (Septicaemia Epizooticae)diseases,(2) to identify and explain the factors that influence farmers' attitudes towards the preventing and controlling of livestock SE (Septicaemia Epizooticae) diseases, (3) to arrange counseling program on preventing and controling of SE (Septicaemia Epizooticae) disease (4) to evaluate the effectiveness of agricultural extension and discussion program on farmers livestock  attitudes about preventing and controlling SE (Septicaemia Epizooticae) disease.
The results conclusion of this study are: (1) the general attitude of the existing livestock farmers in the District of West Miomaffo showed a declined towards the prevention and controlling of SE (Septicaemia Epizooticae) disease. It is because of the counseling frequency given very little peasant farmers so the understanding about disease prevention and controlling SE (Septicaemia Epizooticae) are very low, (2) age factor, education level, number of controlling animals, the duration business, and education as independen variable gives influence  39.2% of the farmers' attitudes about disease prevention and controlling, while 60.8% SE influenced other factors outside the model,(3) programa that has been arranged based on the extension activities plan on preventing and controlling of SE in the District, especially in the West Miomaffo region with the largest number cases of  SE (Septicaemia Epizooticae) disease is highest and(4) the effectivity of extension programs are done "effective" (82.86%) andthe change effectivity  of attitudes  livestock towards disease preventing and controlling SE (Septicaemia Epizooticae) in Bali cattle was included in the category of "effective" (68.85%).
The advice given are: (1) Field Extension Officers should give more attention to areas endemic SE (Septicaemia Epizooticae) diseases to conduct outreach on an ongoing basis so that it can improve the understanding of livestock farmers about the importance of disease preventing and controling SE (Septicaemia Epizooticae), (2) the government needs to consider the welfare and facilities/infrastructure Field Extension Officers to enable them to perform their duties well and responsibly, and (3) needs to build animal health posts in areas endemic SE (Septicaemia Epizooticae) diseases, because of existing animal health posts is so far from the village which has big number of SE (Septicaemia Epizooticae) cases.
(Key words: the attitude of livestock farmers, preventing and controling SE (Septicaemia Epizooticae) diseases)

 
LATAR BELAKANG

Ternak sapi Bali merupakan salah satu komoditas ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur.Ada 4 (empat) fungsi pentingnya ternak dalam kehidupan masyarakat di Kabupaten ini yaitu sebagai tenaga kerja pertanian, sumber pendapatan, sarana upacara adat dan mas kawin untuk wanita di beberapa suku tertentu.
Kelancaran fungsi tersebut sangat didukung oleh kesehatan ternak sapi itu sendiri. Apabila ternak sakit maka akan merugikan petani secara ekonomi dan menghambat fungsi-fungsi usaha peternakan. Pengaruh lain kalau kesehatan ternak diabaikan dapat mempengaruhi terhadap kebutuhan protein hewani bagi masyarakat baik secara kuantitas maupun secara kualitas produk hewan terutama dalam penyediaan bahan pangan asal daging.
Salah satu ancaman kesehatan ternak sapi bali di Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah kerentanan terhadap penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) atau yang dikenal dengan penyakit ngorok. Penyakit ngorok adalah penyakit menular yang dapat menimbulkan kerugian yang tinggi sampai ratusan juta rupiah setiap tahunnya, sehingga menjadikannya suatu penyakit yang diperhitungkan oleh setiap peternak  (Batan, 2003).
Berdasarkan data yang ada, ancaman penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) sudah menyebar di semua kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur.Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Kasus Penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) 4 Tahun Terakhir
No.
Tahun
Jumlah (Ekor)
1.
2008
50
2.
2009
215
3.
2010
210
4.
2011
161
Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten TTU, 2012
Penyakit ngorok umumnya disebabkan oleh kuman Pasteurella multocida tipe B:2 (B:6). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemunculan dan penyebaran penyakit kurang begitu jelas diketahui.Umumnya wabah penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) terjadi pada permulaan musim hujan terutama ternak-ternak yang program vaksinnya terhadap penyakit ini tidak teratur. Apabila ternak sapi terserang suatu penyakit akan merupakan sumber penularan bagi ternak sapi lainnya (Subronto, 2003).
Patut disayangkan bahwa perilaku peternak menunjukan sikap yang apatis terhadap upaya pencegahan dan pengendalian terhadap penyakit hewan ini berjalan sangat lamban, sehingga penyakit ini tetap menjadi ancaman yang serius.
Sejumlah kasus terjadi menunjukan bahwa, masyarakat terlihat enggan bahkan menolak kegiatan Dinas Peternakan yang melakukan vaksinasi terhadap ternakyang mereka miliki. Umumnya peternak beranggapan bahwa vaksinasi yang dilakukan tersebut akan mematikan ternak sapi  mereka.
Kondisi ini terjadi karena beberapa faktor, yang melingkupi kehidupan peternak di daerah itu, yaitu faktor internal dan faktor eksternal dari petani peternak. Faktor internal terdiri atas; umur, tingkat pendidikan, pengalaman pribadi, pendapatan, kepemilikan ternak, jumlah tanggungan keluarga, motivasi dan emosional.Faktor eksternal yang teridentifikasi adalah, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media masa, lembaga pendidikan dan lembaga agama dan penyuluhan.
Faktor-faktor ini kemudian membentuk pola sikap peternak yang berpengaruh terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Uraian diatas dapat di nyatakan bahwa, apabila faktor-faktor yang mempengaruhi sikap peternak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) dikelola secara baik, maka secara optimal akan menekan angka kematian ternak dan populasi ternak sapi akan meningkat, sehingga akan mendukung Keputusan Menteri Pertanian No. 419/Kpts/OT.210/7/2001 tentang Pedoman Budidaya Ternak Sapi Potong yang baik (Good Farming Praktice)yang meliputi:   (1) Sarana; (2) Proses Produksi; (3) Pelestarian Lingkungan; dan   (4) Pengawasan serta 4 (empat) sukses program pembangunan pertanian yang dicanangkan oleh pemerintah yaitu : (1) Swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) Diversifikasi pangan; (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing dan eksport dan (4) Peningkatan kesejahteraan petani. Dengan demikian hal ini dapat mendukung Program Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Pertanian  dalam mewujudkan Swasembada  Daging yang ditargetkan akan dicapai pada Tahun 2014.
Berdasarkan kondisi  fakta tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sikap petani ternak dalam mengambil keputusan untuk melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) yang terjadi di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana sikap petani ternak  terhadap penyakit SE (Septicaemia Epizooticae)  di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur?, (2) faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sikap peternak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur?, (3) bagaimana menyusun programa  penyuluhan tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur? dan (4) bagaimana hasil evaluasi penyuluhan pertanian tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur?
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: (1) mendeskripsikan sikap petani ternak terhadap penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur, (2) mengidentifikasi dan menjelaskan faktor-faktor yang  mempengaruhi sikap petani ternak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) pada ternak sapi bali di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur, (3) menyusun Programa penyuluhan tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) pada ternak sapi bali di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur dan (4) melakukan evaluasi penyuluhan pertanian untuk mengetahui efektivitas programa dan pembahasan sikap petani ternak tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) pada ternak sapi bali di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain; (1) pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pelaku utama dan stake holders lainnya secara berkelanjutan, (2) Penambahan populasi dan peningkatan pendapatan petani ternak dan (3) dapat digunakan sebagai acuan pemerintah dalam pembuatan kebijakan tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae).

MATERI DAN METODE
Materi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Fatunisuan, Desa Fatuneno dan Desa Manusasi Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur.Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan ketiga desa tersebut adalah wilayah endemic penyakit SE (Septichaemia Epizooticae) terbanyak.Penelitian dilaksanakan pada Bulan Nopember sampai Desember 2012. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah peternak sapi bali sebanyak 91 responden (Desa Fatunisuan sebanyak 37 responden, Desa Fatuneno sebanyak 31 responden dan Desa Manusasi sebanyak 23 responden).
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian survey dengan pendekatan penelitian kuantitatif, sedangkan metode analisisnya yaitu menggunakan analisis statistik deskriptif (Sugiyono, 2011:29).Singarimbun dan Effendi (2003:3) menyatakan bahwa penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan Kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.Data dan informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan angket dan wawancara.Setelah data diperoleh kemudian hasilnya dipaparkan secara deskriptif dan pada akhir penelitian dianalisis untuk menguji hipotesis yang diajukan pada awal penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan di tiga desa yakni Desa Fatunisuan (415 orang), Desa Fatuneno (356 orang ) dan Desa Manusasi (256 orang) yang ada di wilayah Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur yang adalah petani ternak sapi bali dengan jumlah populasi sebanyak 1.027, dengan pertimbangan bahwa ketiga desa ini merupakan wilayah endemik penyakit SE. Pengambilan sampel menggunakan Simpel Random Sampling sehingga pengambilan sampel dari anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota tersebut. Penentuan jumlah sampel berdasarkan rumus Taro Yamane dalam Riduwan (2008) sebagai berikut :

Keterangan :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
d = Nilai Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebagai berikut :

    = 91,12   = 91 responden
Jadi jumlah sampel  sebesar 91 responden.
Selanjutnya dalam menentukan besar sampel yang mewakili ketiga desa tersebut digunakan teknik proporsional random sampling dengan rumus.
Keterangan:
ni = Jumlah sampel menurut stratum
n = Jumlah seluruhnya
Ni = Jumlah Populasi menurut stratum
N = Jumlah populasi seluruhnya
Berdasarkan rumus diatas diperoleh besaran sampel yang mewakili ketiga desa tersebut adalah 37 responden dari Desa Fatunisuan, 31 responden dari Desa Fatuneno dan 23 responden dari Desa Manusasi.
Pengambilan Data
Pengambilan data dilaksanakan dengan metode survei.Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.Data primer merupakan data yang diperoleh langsung oleh peneliti melalui pengumpulan data yang menggunakan Kuesioner dan wawancara. Sedangkan data sekunder merupakan data mengenai topografi wilayah, jumlah populasi sapi bali, jumlah kepemilikan ternak sapi bali  dan jumlah kasus penyakit SE di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sumber data primer adalah responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini.Sedangkan sumber data sekunder berasal dari Kantor Camat, Kantor Desa, dan lembaga/dinas terkait.
Sedangkan teknik pengambilan data dalam kegiatan penelitian ini dilakukan sebagai berikut; Data primer diambil melalui kuesioner yang disebar oleh  kepada responden penelitian. Dan data sekunder diambil dengan cara mencatat dan mengcopy. Pengumpulan data primer dilakukan secara survey menggunakan pertanyaan (Kuesioner) yang telah disiapkan. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait serta literatur lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen
Mutu penelitian terutama dinilai dari hasil yang diperoleh. Suatu alat ukur dikatakan valid, jika alat itu mengukur apa yang harus diukur oleh alat itu. Menurut Arikunto (1998:160) dalam Taniredja & Mustafidah, 2011:420), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kavalidan atau kesahihan suatu instrument. Lebih lanjut di katakan, validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrument yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur. Suatu instrument yang valid atau sah mempunyai validitas tinggi.Sebaliknya instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.
Instrumen diujicobakan kepada 30 orang responden yang tidak termasuk dalam sampel penelitian.Jumlah instrument yang diujicoba adalah 9 butir untuk variabel X (penyuluhan) dan 26 butir untuk variabel Y (sikap).
Uji validitas dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi produk moment yang menggunakan program SPSS.
Keterangan :
r     = Koefisien Korelasi
X   = Jumlah skor butir  (X)
Y   = Jumlah skor butir (Y)
ΣXi = Jumlah skor item
ΣYi = Jumlah skor total (seluruh item)
n     = Jumlah responden
Untuk menentukan valid tidaknya suatu butir pertanyaan/pernyataan, harga r yang diperoleh, kemudian dikonsultasikan  dengan r tabel dengan n = 30 pada taraf signifikasi 5% ditemukan r tabel 0,361. Dengan demikian butir tersebut dinyatakan valid dan dapat dipergunakan untuk mengumpulkan data.Jika r hitung lebih kecil dari r table maka butir tersebut didrop dan tidak dapat dipergunakan untuk mengumpulkan data.
Setelah dilakukan uji validitas, diketahui bahwa 9 butir soal untuk variable X adalah valid. Karena ternyata diperoleh  nilai r hitung sebesar 0.996 lebih besar dari r tabel lebih besar dari r table pada taraf signifikasi 5%. Hasil perhitungan uji validitas tersebut diatas menunjukan bahwa 9 butir pertanyaan untuk variable X yang diujicoba termasuk dalam kategori valid.
Sementara itu hasil perhitungan uji validitas pada 26 butir soal/pernyataan untuk variable Y menunjukan bahwa 26 butir perntanyaan/pernyataan untuk variable Y termasuk kategori valid karena ternyata diperoleh  nilai r hitung lebih besar dari r table.
Sedangkan suatu alat pengukur dikatakan reliable bila alat itu dalam mengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan senantiasa menunjukan hasil yang sama. Jadi alat yang reliable secara konsisten memberi hasil ukuran yang sama (Nasution, 2007:77 dalam Taniredja & Mustafidah, 2011:420).
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik.
Uji reliabilitas dapat dilakukan dengan cara tes ulang (retest), yaitu dengan cara penggunaan istrumen penelitian tersebut terhadap subyek yang sama, dilakukan dalam waktu yang berlainan. Instrumen penelitian yang sama, dilakukan dalam waktu yang berlainan. Instrumen penelitian yang telah diuji validitas sebelumnya, dibagikan lagi kepada 30 subyek yang sama. Untuk uji coba ini diambil dari bagian populasi yang tidak menjadi sampel dalam penelitian.Hasil penilaian pertama dikorelasikan dengan hasil penilaian kedua untuk memperoleh koefisien korelasinya (r) yaitu koefisien reliabilitas tes ulang dengan statistic korelasi Product Moment menggunakan SPSS versi.16.
Untuk mengatahui suatu instrumen dinyatakan realibel atau tidak maka penulis menggunakan  Tabel kriteria indeks reliabilitas untuk melakukan interprestasi terhadap hasil perhtitungan uji reliabiltas tersebut.
Tabel 2.   Kriteria Indeks Reliabilitas
No
Interval
Kriteria
1
< 0,200
Sangat Rendah
2
0,200 – 0,399
Rendah
3
0,400 – 0,599
Cukup
4
0,600 – 0,799
Tinggi
5
0,800 – 1,000
Sangat Tinggi
Setelah dilakukan perhitungan dengan program SPSS versi 16.0 menggunakan model alpha maka diperoleh tingkat reliabilitas (Cronbach’s Alpha ) untuk instrument penyuluhan (variable X5) sebesar 0,990 dan instrument sikap (variable Y) sebesar 0,980. Hal ini berdasarkan kriteria indeks reliabilitas berada pada kriteria sangat tinggi.Dengan demikian item pertanyaan untuk mendapatkan nilai variable penyuluhan (X5) dan sikap (Y) dapat dikatakan realibel atau andal.
Pengukuran Sikap
Untuk mengukur sikap petani ternak terhadap pencegahan dan penanggulangan penyakit SE (Septicaemia Epizzooticae) digunakan skala Likert.Variabel yang diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variable dan sub variable dijabarkan menjadi indikator yang dapat diukur dan indikator yang terukur ini dijadikan titik tolak untuk membuat instrument yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden (Riduwan dan Kuncoro, 2008:20).
Tabel 3. Skala Likert

No.

Pernyataan
Skor
SS
S
RR
TS
STS
1.
Positif
5
4
3
2
1
2.
Negatif
1
2
3
4
5
Sumber: Riduwan dan Kuncoro, 2008

Keterangan :
SS            = Sangat Setuju
S              = Setuju
RR           = Ragu-ragu
TS           = Tidak Setuju
STS         = Sangat Tidak Setuju

Sedangkan Untuk Variable Penyuluhan (X5) butir pernyataan yang disiapkan berisi lima alternatif jawaban yaitu ;
-       Sangat Efektif
-       Efektif
-       Kurang efektif
-       Tidak Efektif
-       Sangat Tidak Efektif
Setiap item di beri bobot sesuai arah pertanyaan yang bersangkutan. Responden yang menjawab sangat efektif di beri bobot 5 (lima), efektif di beri bobot 4 (empat),  kurang efektif di beri bobot 3, tidak efektif diberi bobot 2, dan sangat tidak efektif di beri bobot 1.
Untuk memperoleh skor total dari setiap pernyataan maka skor dijumlahkan. Skor jawaban tertinggi  adalah 5 dan skor jawaban terendah adalah 1. Kemudian untuk memperoleh nilai total dari setiap variabel maka,  skor jawaban dari setiap pernyataan dijumlahkan, dicari skor maksimum dan skor minimum dengan rumus sebagai berikut:
Skor Maksimum : skor jawaban tertinggi X jumlah pernyataan.
Skor Minimum : skor jawaban terendah X jumlah pernyataan.
Untuk Angket Variable X5 (Penyuluhan) nilai tertinggi adalah 9 x 5 = 45 dan nilai terendah adalah 9 x 1 = 9. Untuk angket variable Y (Sikap) nilai tertinggi adalah 26 x 5 = 130 dan nilai terendah adalah 26 x 1 = 26.Dengan demikian nilai tertinggi untuk keseluruhan pernyataan adalah 35 x 5 = 175 dan nilai terendah adalah 35 x 1 = 35.
Analisis Data
Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang umum seperti kondisi masyarakat, topografi dan menjelaskan sikap petani ternak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Data yang diperoleh, dianalisis dengan analisis linear ganda. Analisis Regresi Linear Ganda merupakan alat analisis peramalan nilai pengaruh dua variabel bebas (independent) atau lebih terhadap variabel terikat (dependent) untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsi atau sebab akibat antara dua variabel bebas atau lebih dengan satu variable  terikat (Riduwan 2005:155). Dalam analisis regresi linear berganda terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu koefisien korelasi, koefisien determinasi, persamaan garis regresi dan koefisien regresi.
Keterkaitannya dengan sikap petani ternak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) pada ternak sapi bali di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten TTU, maka untuk mengetahui masing-masing variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat (dependent), dibandingkan antara signifikansi t hitung dengan alpha 0,05 atau 5%.
Nilai koefisien regresi yang diperoleh dari variabel independent digunakan untuk menggambarkan besarnya pengaruh atau kontribusi yang diberikan oleh variabel dependent terhadap variabel independent. Analisis regresi linear ganda dapat dihitung dengan menggunakan program Statistical Product and Servis Solution (SPSS). Persamaan regresi ganda dapat dirumuskan dengan model sebagai berikut :
Y  = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5
Keterangan :
Y  = Sikap
a  = Konstant
b1, b2, b3, b4, b5  = Koefisien arah
(X1)  = Umur
(X2)  = Tingkat Pendidikan
(X3)  = Jumlah Penguasaan Ternak
(X4)  = Lama Usaha
(X5)  = Penyuluhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Text Box: IDENTIFIKASI WILAYAH
•	Luas wilayah Kecamatan  Miomaffo Barat199.63 km2, Ketinggian ˃ 700 m dpl
•	Jumlah penduduk 14.424 jiwa
•	Jumlah peternak sapi potong ….orang
•	Jumlah kepemilikan ternak 3-5 ekor/orang
•	Populasi Ternak Sapi 5.484 ekor
•	Jumlah penyakit SE 2012 80 ekor
•	SDA : wilayah pertanian dan lahan terbuka hijau seluas + 3.500 km2, wilayah permukiman penduduk seluas + 5.900 km2 , sisanya seluas + 2.400 
•	SDM : 17 sd  50 tahun
•	Sarana penunjang : KUD, lahan perhutani, dll



Kecamatan Miomaffo Barat merupakan salah satu Kecamatan diantara 24 Kecamatan yang ada di Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mempunyai luas wilayah 199, 63 Km² atau 7,48% dari luas wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara dan berada pada ketinggian ± 750-1500 meter dari permukaan laut, dengan suhu rata-rata 24°c dan bertopografi dataran tinggi. Jarak tempuh dari ibu kota Kecamatan ke ibu kota Kabupaten sekitar 33 km. Kecamatan Miomaffo Barat dibagi dalam 12 wilayah administrasi yaitu 10 desa dan 2 kelurahan dengan batas wilayah sebagai berikut :
1.        Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bikomi Nilulat dan Republik Democratic Timor Leste.
2.        Sebelah Selatanberbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan.
3.        Sebelah Timurberbatasan dengan Kecamatan Noemuti, Kecamatan Miomaffo Tengah dan Kecamatan Musi.
4.        Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Mutis.
Kecamatan Miomaffo Barat merupakan daerah yang berpotensi untuk pertanian lahan kering, perkebunan, peternakan dan kehutanan. Jenis komoditi andalan pertanian adalah kacang merah, bawang putih dan bawang merah, jagung, sayur-sayuran  dan kacang-kacangan. Komoditi andalan perkebunan antara lain, jeruk, pinang, jambu mente, kemiri dan kopi. Komoditi andalan peternakan adalah sapi, babi dan ayam.Sedangkan komoditi andalan kehutanan adalah ampupu, mahoni, cemara, jati dan cendana.
Karakteristik Petani Terhadap Penyakit SE
Umur
Responde yang berumur muda sebanyak 25 orang (27,5%) memiliki sikap menolak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae)  sebanyak 21 orang (23,1%), sikap ragu-ragu sebanyak 3 orang (3,3%) sedangkan sikap menerima sebanyak 1 orang (1,1%). Umur Dewasa sebanyak 46 orang (50,5%) memiliki sikap menolak sebanyak 32 orang (35,2%), sikap ragu-ragu sebanyak 12 orang (13,2%) sedangkan sikap menerima sebanyak 2 orang (2,2%). Umur tua sebanyak 20 orang (22,0%) memiliki sikap menolak sebanyak 15 orang (16,5%), sikap ragu-ragu sebanyak 4 orang (4,4%) dan sikap menerima sebanyak 4 orang (4,4%).
Tingkat Pendidikan
Rensponden yang memiliki tingkat pendidikan rendah sebanyak 7 orang (7,7%) dan semuanya memiliki sikap menolak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae).  Responden yang memiliki tingkat pendidikan sedang sebanyak 76 orang (83,5%%) memiliki sikap menolak sebanyak 57 orang (62,6%), sikap ragu-ragu sebanyak 18 orang (19,8%) sedangkan sikap menerima sebanyak 1 orang (1,1%). Responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi sebanyak 8 orang (8,8%) memiliki sikap menolak sebanyak 4 orang (4,4%), sikap ragu-ragu sebanyak 1 orang (1,1%) sedangkan sikap menerima sebanyak 3 orang (3,3%).
Jumlah Penguasaan Ternak
Rensponden yang memiliki jumlah penguasaan ternak kategori sedikit sebanyak 90 orang (98,9%) bersikap menolak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) sebanyak 67 orang (73,6%), sikap ragu-ragu sebanyak 19 orang (20,9%) sedangkan sikap menerima sebanyak 4 orang (4,4%).  Responden yang memiliki jumlah penguasaan ternak kategori banyak sebanyak 1 orang (1,1%) dan  memiliki sikap menolak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) di Kecamatan Miomaffo Barat. 
Lama Usaha
Rensponden yang memiliki lama usaha kategori baru sebanyak 74 orang (81,3%) memiliki memiliki sikap menolak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) sebanyak 51 orang (56,0%), sikap ragu-ragu sebanyak 19 orang (20,9%) sedangkan sikap menerima sebanyak 4 orang (4,4%).  Responden yang memiliki lama usaha kategori sedang sebanyak 12 orang (13,2%) dan semuanya memiliki sikap menolak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) di Kecamatan Miomaffo Barat. Responden yang lama usaha kategori lama sebanyak 5 orang (5,5%) dan semuanya memiliki sikap menolak.
Penyuluhan
Rensponden yang menyatakan penyuluhan kurang efektif  sebanyak 48 orang (52,7%) memiliki sikap menolak sebanyak 40 orang (44,0%), sikap ragu-ragu sebanyak 7 orang (7,7%) sedangkan sikap menerima sebanyak 1 orang (1,1%).  Responden yang menyatakan penyuluhan cukup efektif sebanyak 35 orang (38,5%) memiliki sikap menolak sebanyak 20 orang (22,0%), sikap ragu-ragu sebanyak 12 orang (13,2%), sikap menerima sebanyak 3 orang (3,3%). Responden yang menyatakan penyuluhan efektif sebanyak 8 orang (8,8%) dan semuanya memiliki sikap menolak.
Analisis Regresi Linear Berganda
Berdasarkan perhitungan Analisis Regresi Linear berganda untuk mengetahui keeratan hubungan yang menjelaskan kuat lemahnya pengaruh antara variable X (umur, tingkat pendidikan, jumlah penguasaan ternak, lama usaha dan penyuluhan)  terhadap variable Y  (sikap) secara simultan dapat di lihat pada Tabel 4.

Tabel 4.  Model Summary

Model

R

R Square

Adjusted R
Square
Sdd. Error of the
Estimate

Durbin-Watson
1
.626a
.392
.356
10.868
1.210
a. Predictors: (Constant), Penyuluhan, Tingkat Pendidikan, Jumlah Penguasaan Ternak, Lama Usaha, Umur
b. Dependent Variable: Sikap


Sumber: Data yang diolah, 2013
Tabel 4 menunjukan harga r hitung sebesar 0,626, pada taraf kepercayaan 95%.Untuk melakukan interpretasi terhadap perhitungan ini, penulis menggunakan Tabel kriteria nilai korelasi untuk menjelaskan kuat lemahnya pengaruh variable X terhadap variable Y (secara simultan).
Tabel 5. Kriteria Nilai Korelasi
Nilai R (Korelasi)
Kriteria Hubungan
0
>0,01 – 0,25
>0,25 – 0,5
>0,5 – 0,75
>0,75 – 0,99
1
Tidak Ada Korelasi
Korelasi Sangat Rendah
Korelasi Cukup
Korelasi Kuat
Korelasi Sangat Kuat
Korelasi Sempurna
Sumber: Sarwono, 2006
Hasil analisis menunjukan nilai R = 0,626, hal ini berdasarkan Tabel 5 menunjukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara umur (X1), tingkat pendidikan (X2), jumlah penguasaan ternak (X3), lama usaha (X4) dan penyuluhan (X5) secara bersama-sama terhadap pembentukan sikap petani ternak dalam pencegahan dan pengendalian penyakit SE, artinya jika X1, X2, X3, X4 dan X5 meningkat maka Y juga akan meningkat (korelasi positif).
Besaran kualitas model regresi linear berganda yang terbentuk, dapat dilihat dalam Tabel 4. Informasi yang diperoleh adalah nilai koefisien determinasi (R Square) = 39,2%. Nilai tersebut menunjukan bahwa 39,2% adalah nilai dari sikap petani ternak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE di Kecamatan Miomaffo Barat, telah dapat dijelaskan oleh data umur, tingkat pendidikan, jumlah penguasaan ternak, lama usaha dan penyuluhan. Sedangkan sisanya 60,8% informasi mengenai sikap petani ternak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE belum dapat dijelaskan oleh variabel-variabel  independent/bebas dalam model penelitian ini.
Uji F (uji simultan) adalah untuk melihat pengaruh variabel bebas yaitu terhadap variabel terikatnya secara serempak.Hasil nilai uji F diperoleh nilai F hitung pada model penelitian adalah sebesar 10,940 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000. Nilai F hitung = 10,940 > Ftabel = 3,25  pada taraf signifikasi 0,05 maka Ho ditolak berarti  secara serempak ada  pengaruh  yang signifikan variabel independen (umur, tingkat pendidikan, jumlah penguasaan ternak, lama usaha dan penyuluhan) terhadap variable dependen (sikap petani ternak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE).
Penyusunan Programa Kecamatan
                Perumusan keadaan meliputi: (1) petani ternak belum mengetahui apa itu penyakit SE, bahaya penyakit SE serta cara pencegahan dan pengendaliannya, (2) terbatasnya kegiatan penyuluhan yang membahas tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae), (3) tingkat pendidikan petani ternak masih dalam kategori rendah dan sedang, (4) petani ternak belum sepenuhnya menerima pelayanan vaksinasi  yang diberikan oleh Dinas Peternakan setempat dan       (5) petani ternak masih beranggapan bahwa kegiatan vaksinasi akan menyebabkan kematian ternak.
Penetapan tujuan meliputi : (1) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani ternak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE, (2) meminimalisir jumlah kasus penyakit yang ada,   (3) meningkatkan kesadaran petani ternak tentang pentingnya kegiatan vaksinasi bagi ternak dan        (4) meningkatkan populasi ternak dan pendapatan petani ternak melalui tindakan pencegahan dan pengendalian penyaki SE.
Penetapan masalah meliputi : (1) Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan petani ternak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE, (2) kurangnya kegiatan penyuluhan yang membahas tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE, (3) kurangnya Sumber Daya Manusia petani ternak, (4) kurangnya kemauan petani ternak terhadap pelayanan vaksinasi yang diberikan oleh Dinas Peternakan setempat dan (5) kurangnya pemahaman petani ternak akan arti pentingnya vaksinasi.
Rencana kegiatan meliputi : (1) penetapan sasaran, materi dan metode, volume, lokasi dan waktu, sumber biaya, penanggungjawab dan pelaksana penyuluhan tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE di Kecamatan Miomaffo Barat, (2) kegiatan peyuluhan diprioritaskan pada wilayah endemic penyakit SE terbanyak yang ada di wilayah Kecamatan Miomaffo Barat (Desa Fatunisuan, Desa Fatuneno dan Desa Manusasi), (3) waktu penyuluhan dilakukan pada saat sebelum melakukan kegiatan vaksinasi, (4) penyuluhan dilaksanakan oleh PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) dan Petugas Resot Peternakan setempat dan (5) memberikan penjelasan melalui ceramah dan diskusi tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE.
Evaluasi Penyuluhan
Evaluasi penyuluhan adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku peserta penyuluhan sebagai akibat dilaksanakannya kegiatan penyuluhan  dengan berpedoman pada pre test dan post test.
Pre Test dan Post test berupa kuesioner diberikan kepada petani ternak untuk dijawab secara tertulis. Pre test diberikan sebelum melakukan penyuluhan dan post test diberikan setelah penyuluhan yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan sikap petani ternak tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) pada ternak sapi.
Evaluasi penyuluhan diperoleh data:
1.        Target penyuluhan                                                         : 175
2.        Rata-rata skor sebelum penyuluhan (pre test)              : 78,68
3.        Rata-rata skor setelah penyuluhan (post test)              : 145
4.        Kesenjangan                                                                  : 96,32
Data yang diperoleh kemudian dilakukan perhitungan evaluasi untuk mengetahui efektivitas penyuluhan dan efektivitas perubahan sikap petani ternak sebagai berikut:



1.       


Hasil perhitungan efektifitas penyuluhan menunjukan bahwa program penyuluhan yang dilaksanakan “efektif” sebesar 82,86% dan efetivitas perubahan sikap tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) pada ternak sapi sebesar 68,85% termasuk dalam kategori “efektif”. Keefektifan didorong oleh ketepatan dalam penyajian materi penyuluhan dimana metode penyuluhan, media penyuluhan dan teknik penyuluhan sudah sesuai dengan kebutuhan sasaran.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini antara lain: (1) pada umumnya sikap  petani ternak yang ada di wilayah Kecamatan Miomaffo Barat menunjukan sikap menolak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae). Hal tersebut disebabkan karena frekuensi penyuluhan yang diberikan sangat sedikit sehingga pemahaman petani peternak tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) pun rendah, (2) faktor umur, tingkat pendidikan, jumlah penguasaan ternak, lama usaha dan penyuluhan sebagai variable independent memberi pengaruh sebesar 39,2% terhadap sikap petani tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE sedangkan 60,8% dipengaruhi faktor-faktor lain di luar model, (3)programa yang telah tersusun berdasarkan rencana kegiatan penyuluhan tentang pencegahan dan pengendalian penyakit SE di Kecamatan Miomaffo Barat terutama di wilayah yang memiliki jumlah kasus penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) terbanyak dan (4) efektivitas program penyuluhan yang dilaksanakan adalah “efektif” (82,86%) dan efetivitas perubahan sikap petani ternak terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) pada ternak sapi bali termasuk dalam kategori “efektif” (68,85%).
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah di kemukakan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: (1) petugas Penyuluh Lapangan di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur hendaknya memberikan perhatian yang lebih pada wilayah-wilayah endemik penyakit SE (Septicaemia Epizooticae)  dengan melakukan penyuluhan secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan pemahaman petani ternak tentang arti pentingnya tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit SE (Septicaemia Epizooticae), (2) pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan dan sarana/prasarana Petugas Penyuluh Lapangan agar mereka dapat melaksanakan tugas secara baik dan bertanggungjawab dan (3) perlu membangun Poskeswan di wilayah endemik penyakit SE (Septicaemia Epizooticae), karena Poskeswan yang ada sekarang sangat jauh dari jangkauan desa yang memiliki jumlah kasus penyakit SE (Septicaemia Epizooticae) terbanyak.

DAFTAR PUSTAKA

Batan. 2003. Buku Ajar Sapi Bali dan Penyakitnya. Universitas Udayana,Denpasar.

Riduwan dan Kuncoro E. A. 2008.Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur.Penerbit Alfabeta. Bandung.

Santoso, TT. Kriteria Indeks Reliabilitas. http://ssantoso.umpo.ac.id/, [20 Nopember  2012].

Sarwono, 2006.Korelasi.http://www.jonathansarwono.info/korelasi/korelasi.htm. [2 Januari 2013].

Singarimbun M. dan Effendi S., 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta.

Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Taniredja T & Mustafidah, H. 2011. Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pengantar). Penerbit Alfabeta. Bandung.